Senin, 17 Maret 2014

Asyiknya Membaca Contoh Cerpen Populer

Asyiknya Membaca Contoh Cerpen Populer

Cerpen adalah akronim atau kependekan dari narasi pendek. Sangat banyak misal cerpen yang bisa didapati serta di baca. Cerpen adalah satu wujud prosa naratif yang berbentuk fiktif atau rekaan. Misal cerpen di buat dalam rangkaian kalimat yang lebih pendek di banding karya fiksi lain, umpamanya novel.

Sesungguhnya, narasi pendek datang dari anekdot. Yakni, suatu kondisi yang digambarkan singkat hingga cepat hingga pada hal yang dituju dengan cara paralel lewat kebiasaan penceritaan lisan. Narasi pendek juga berkembang jadi suatu miniatur bersamaan timbulnya novel yang realistis. Pada akhirnya, banyak misal cerpen yang bisa di nikmati pembaca.

Perubahan serta Misal Cerpen Modern
Awalannya, narasi pendek nampak pada kebiasaan penceritaan lisan yang dapat melahirkan kisah-kisah populer, seperti Iliad serta Odyssey karangan Homer. Misal cerpen atau cerita cerpen itu di sampaikan dalam wujud puisi memiliki irama. Irama dalam hal semacam ini berperan untuk alat supaya orang mengingat misal cerpen atau narasi yang di sampaikan.

Lalu, narasi pendek moderen ada dengan genrenya sendiri pada awal era ke-19. Misal cerpen yang telah berupa himpunan cerpen, salah satunya dongeng-dongeng karya Grimm bersaudara (1824-1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karangan Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836) karangan Edgar Allan Poe, serta Twice Told Tales (1842) buah karya Nathaniel Hawthome.

Pada akhir era ke-19, perubahan jurnal serta majalah ikut melahirkan keinginan pasar yang kuat bakal narasi fiksi pendek, yakni seputar 3. 000-15. 000 kata. Diantara sebagian narasi pendek yang nampak serta populer pada periode ini, ada satu misal cerpen yang populer berjudul Kamar No. 6 karangan Anton Chekhov.
Keinginan narasi pendek lewat majalah meraih puncaknya pada pertengahan era ke-20, tepatnya pada 1952, ketika majalah Life menerbitkan misal cerpen yang panjang atau novella karya Ernest Hemingway berjudul Lelaki Tua serta Laut Edisi majalah yang berisi misal cerpen itu laris keras sampai meraih angka 5. 300. 000 eksemplar kurun waktu dua hari saja.

Dari ketika itu, majalah komersial yang menerbitkan misal cerpen makin menyusut walau tetap terdapat banyak majalah populer yang selalu berisi misal cerpen, seperti majalah The New Yorker Saat ini, majalah sastra juga ikut berikan tempat untuk beberapa sastrawan untuk menghadirkan misal cerpen mereka.

Misal Cerpen Temukan Napas Baru
Menilik histori, sejatinya, misal cerpen telah di kenal dari era ke-19. Karena, tak heran bila misal cerpen saat ini makin marak didapati. Juga, siapa juga dapat bikin misal cerpen dengan benar-benar gampang. Intinya, misal cerpen sama juga dengan karangan ataupun curahan hati yang kerap dituangkan dalam buku harian.

Yang membedakan yaitu sisi pemakaian style bhs serta pemakaian beberapa nama tokoh, walau misal cerpen bisa berisi cuma satu tokoh. Umpamanya, saya atau dia Penentuan tokoh utama pada misal cerpen tergantung pada hasrat pengarang untuk sesuaikan isi narasi.

Maraknya pengarang-pengarang muda menaikkan kekayaan misal cerpen hingga bisa berikan warna untuk pembaca. Saat ini, narasi pendek juga seakan sudah temukan napas baru melalui media penerbitan on-line. Karena, misal cerpen bisa ditemukan dengan gampang lewat majalah on-line, dalam himpunan yang diorganisasi menurut pengarang ataupun tema narasi, dan dalam situs (blog).

Membaca Misal Cerpen
Di bawah ini adalah satu diantara misal cerpen popular yang mengangkat tema cinta. Silahkan simak misal cerpen ini! Saya Tahu, Pulangmu Cuma Isyarat
Saat itu juga, kau berujar mau pulang. Saya diam. Sekian, kau. Sebagian ketika lalu, kau kembali berucap, " Saya mau pulang. " Serta saya tetap terdiam, persis seperti yang pertama. Sedikit lantang, kau berujar di kuping kiriku, " Saya mau pulang. " Lagi-lagi, saya cuma diam. Barangkali, saat ini kau kesal. Saya tahu itu. Juga, saya lebih memahami dari apa yang kau pikirkan. Tetapi, ke demikian kalinya, saya terus diam.

Taklama berselang, kau bergegas dariku. Tak tahu ke mana. Sesaat saya, tetap sama sesuai yang tadi. DIAM. Kebisuan yang berniat kuciptakan supaya kau takmerasa sakit. Kebisuan yang berniat kupersiapkan untuk hadapi hari ini, kau serta sikapmu yang makin bikin saya bingung. Saya tahu. Sungguh. Saya benar-benar memahami. Lalu, apa? Nyatanya, saya cuma dapat diam.

" Telah, pergi saja! " Bibirku sedikit berujar sama umpatan.
" Pergilah sejauh yang kau dapat! "
Lalu, kau ke mana? Jejakmu lenyap. Bayangmu yang dari tadi kupandangi ikut hilang. Iya. Kau betul-betul sudah pergi, " pulang " katamu. Ada yang sakit dibalik rusuk kiri. Tiba-tiba saja. Serta saya berpura takpeduli. Percayalah, ini cuma kesakitan umum!

Seperti yang kuprediksi, kau cuma dapat berlalu 2 minggu dariku. Saat ini, kau kembali. Serta. Tetap menjumpaiku dalam posisi yang kau tinggal " diam ". Kau cuma tidak paham bahwasanya selepas pergimu, saya bangkit serta mengintip jejak dibalik kaca. Sayangnya, kau telah pulang. Saya cuma disajikan lambaian rerumput tersibak angin tandanya kau betul-betul pulang.

Saya memanglah riil terluka kau tinggal pulang. Tetapi, tersebut hal paling baik yang saya dapat. Membiarkan kau pulang dengan kecewa di genggaman. Merelakan kau pergi dengan bulir bening di pipi. Tega sekali saya. Tak. SEBENARNYA, riil tak. Saya juga sama. Saya sedih kau tinggal pulang. Sungguh. Saya tak berbohong.

Lagi-lagi memanglah jodoh, kau kembali menganyam ingin di sampingku. Kau juga kembali menghujaniku sanjung puji. Saya suka. Sungguh. Sayang, takdapat saya tunjukkan. Saya cukup suka dalam hati. Saya cukup nikmati keindahan yang kutangkap serta kusimpan rapat. Tak sedikit juga kubagi serta kutunjukkan melalui kata. Tak. Saya cuma takut salah bicara sampai kau berujar meminta pulang ke demikian. Jadi, saya cukup diam.

Saya berpura tak tahu dengan kondisi ini. Saya pura-pura buta huruf serta miskin kata. Walau sebenarnya, lipatan kertas lusuh dibawah bantal kemarin sudah menjawab seluruhnya. Saya cukup tahu saja, kau mencintaiku sama sesuai saya mencintaimu. Kau perlu saya sama sesuai saya membutuhkanmu. Tetapi, lagi-lagi kita, terlebih saya, berpura tak tahu apa-apa. Perbincangan juga senantiasa membelot pada beberapa hal yang sesungguhnya tak utama. Kita terlampau menggunakan pembicaraan dalam ranah normalitas. Tiada maksud serta tiada hal bermakna lain.

Pikirku, rentetan kata dibalik lipatan itu sungguh betul-betul tulus. Ya...
" Ketika ini, saya tengah ada dalam kondisi yang disebutkan orang jatuh cinta. Ketika ini, saya betul-betul mau pulang.
..
..
..
Apakah kau tahu bahwasanya saya betul-betul mau pulang? Ya. Saya betul-betul mau pulang ke satu tempat yang sampai kini benar-benar mau kusinggahi. Saya cuma mau pulang ke HATIMU. "

Saya terasa cukup dapat menerjemahkan pulangmu. Ya. Kau sudah menyatakannya dengan terang. Bagaimana barangkali saya tak memahami? Saya benar-benar memahami bahwasanya " pulangmu " cuma isyarat. Saya tahu, kau mau berteduh di dalamku. Serta apa kau tahu bahwasanya saya juga benar-benar mau berkata " iya "? Begitu saya mau menyongsong ulur tanganmu. Apa kau tahu itu? Kita cukup sama-sama tahu, tak perlu kata " iya ". Kita cuma butuh pengertian bahwasanya kita sama-sama memerlukan.

Bila saya belum dapat menyambutmu pulang, tunggu sampai hari mendekati gelap. Jumpai saya lagi dibalik pintu kamar yang senantiasa kukunci rapat. Kelak, bakal kuberitahu argumennya. Bakal kujelaskan kenapa pintu itu senantiasa rapat.

Disana. Ya, pas dibalik pintu itu, suatu bangku kayu memanjang serta bakal selekasnya menyongsong pulangmu. Serta. Disana, di satu diantara segi bangku kayu itu, ada saya yang tengah menunggu pulangmu di saat senja. Lalu, kau duduk di ujung bangku sebelahku. Kita bakal bersebelahan menyandar pintu. Serta. Kau bisa berkata seribu kali bahwasanya " kau mau pulang ". Takragu lagi, saya bakal menyongsong pulangmu.

KEMARI!!
PULANGLAH!!
Saya menanti dibalik pintu diatas suatu bangku kayu.

***
Tersebut satu diantara misal cerpen popular yang bisa Sobat baca. Juga, Sobat juga bisa bikin misal cerpen yang jauh semakin bagus dari misal cerpen ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar